Links
Google
 

Thursday, March 29, 2007

Tangis Namborru Buat Danau Toba

Indosiar.com
Reporter : Yulia Hendrika Bulo
Kamerawan : Mugi Wiyono
Last Updated: 8/11/2003

indosiar.com, Sumut - Keindahan Danau Toba adalah salah satu karunia Sang Pencipta bagi Sumatera Utara. Danau Toba merupakan danau tektonik terbesar di Indonesia dengan luas mencapai hampir 7 kilo meter persegi. Terbentuk dari letusan gunung berapi, dan sebagian reruntuhannya menjadi Pulau Samosir, yang terletak di tengah danau. Peristiwa alam ini membuat Danau Toba dikelilingi dinding-dinding bukit yang tingginya mencapai hampir 500 meter di atas permukaan laut.

Awal Juli lalu, ada kemeriahan di sekitar danau yang juga menjadi pusat kehidupan masyarakat sekitarnya. Pesta Rakyat Danau Toba. Masyarakat setempat yang mayoritas suku Batak, tampak lekat dengan nilai magis Danau Toba, yang kabarnya didiami oleh tujuh dewi leluhur mereka. Mereka menyebutnya 'namborru'. Para namborru inilah yang mereka percaya hingga kini menjaga Danau Toba. Kerusakan danau menyebabkan namboru marah, dan akibatnya rakyat di sekitar Danau Toba akan menuai bencana, seperti hujan lebat, atau rusaknya lahan pertanian mereka.

Oleh karenanya, sebelum menggelar suatu acara, rakyat suku Batak Toba meminta restu dan memohon perlindungan terlebih dahulu kepada roh para namborru, penunggu Danau Toba. Upacara Pangelekon, demikianlah nama ritualnya. Upacara Pangelekon merupakan tradisi dari agama nenek moyang suku Batak yang disebut permalim dan parbaringin. Menjelang Pesta Rakyat Danau Toba ini pun, sejumlah acara ritual telah disiapkan warga sekitar danau.

Beragam sesajian dan rangkaian ritual, dilaksanakan dalam upacara pemujaan pada leluhur ini, dipimpin seorang wanita yang dipilih oleh namborru. Menyertai namboru, turut pula sejumlah wanita desa yang sudah menikah, untuk memanjatkan doa guna meminta berkat dan perlindungan tuhan. Ketika memimpin upacara, wanita yang terpilih akan dirasuki roh namborru dan berperan sebagai namborru atau opung. Dalam ketidaksadarannya, ia membaca mantra dan berkata-kata, menyampaikan isi hati namborru kepada rakyat di sekitar Danau Toba. Sesekali ia menangis, menari-nari, sambil bersenandung.

Sesekali namboru memercikkan air jeruk purut atau air pangir pangurason, yang mereka percaya sebagai air suci, kepada para peserta upacara dan pada sesaji yang akan mereka persembahkan kepada namboru. Persyaratan sesaji disesuaikan dengan adat istiadat suku Batak, antara lain terdiri dari kambing putih dimasak 7 rasa, ayam merah 3 rasa, 7 jenis ikan yang berasal dari Danau Toba, dan sebagainya. Bersama seluruh peserta upacara, sesajian itu dibawa ke atas perahu, untuk selanjutnya dipersembahkan ke namboru, dengan cara dilempar ke danau.

Sementara di atas perahu, namboru dan wanita-wanita yang menyertainya menarikan tarian tor-tor sombah, diiringi alunan musik gondang Batak. Arah perahu, jenis lagu gondang Batak, dan tempat dimana sesajian dilempar ke danau, tergantung pada permintaan namboru. Selain dilempar ke danau yang dalamnya hingga ratusan meter, sesajian yang sudah diberkati namboru juga dibagikan ke peserta upacara. Dengan memakannya, mereka meyakini akan diberkati oleh para leluhur.

Kini tibalah acara yang dinanti-nanti. Pesta Rakyat Danau Toba dimulai. Rakyat di sekitar Danau Toba berduyun-duyun mendatangi lokasi utama pesta yang digelar di lapangan terbuka, untuk menyaksikan pertunjukan kesenian tradisional Batak. Tua-muda, dari kalangan sipil hingga para birokrat, sibuk mencari tempat strategis guna menyaksikan pesta kesenian Batak ini.

Selain seni budaya suku Batak, pesta rakyat juga menampilkan tarian Melayu, yang dibawakan dengan gemulai oleh pemuda dan pemudi. Tarian ini bercerita tentang keceriaan pergaulan muda-mudi. Perkembangan teknologi, tampak mewarnai kesenian ini, yang tidak lagi diiringi alunan musik dari alat musik tradisional secara langsung, tapi hanya melalui rekaman kaset. Konon, suku Batak dan penduduk asli Sumatera Utara sebagian besar berasal dari Melayu.

Pesta Rakyat Danau Toba adalah salah satu sisi peradaban warga, yang mendiami pinggiran perairan Danau Toba. Di sisi lain, Danau Toba juga dijadikan sebagai sumber penghidupan warga sekitar danau, yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani sayur mayur. Belakangan, jenis usaha keramba ikan pun mulai banyak dilirik warga.

Sayangnya, tidak semua keramba ikan yang dikembangkan masyarakat Kabupaten Simalungun, Toba Samosir, dan Tapanuli Utara ini mematuhi Peraturan Daerah Nomor 1 Thn 1990 tentang Tata Ruang Kawasan Danau Toba. Keramba ikan yang mereka usahakan tidak lagi hanya di zona budi daya, tapi juga memasuki zona pelestarian. parahnya, sejak awal, tidak ada pembagian batas yang jelas antara zona budi daya dan zona pelestarian.

Oleh karenanya, kehadiran keramba apung Danau Toba, dikeluhkan kalangan pecinta Danau Toba yang menghendaki Danau Toba tetap perawan. Apalagi keramba ikan nila dan ikan mas ini menghasilkan sampah organik, yang berasal dari kotoran ikan dan sisa makanan yang tidak termakan.

Selain keramba ikan, masyarakat yang tinggal di pinggir Danau Toba juga mengeluhkan pencemaran air Danau Toba yang biasa mereka gunakan untuk keperluan sehari-hari. Hadirnya peternakan itik dan babi menghasilkan limbah yang dialirkan ke danau. Keberadaan tanaman enceng gondok yang sengaja ditanam petani ikan tradisional di sejumlah sudut Danau Toba, juga berpotensi mengganggu keindahan dan kelestarian Danau Toba. Meski demikian, wajar saja jika para pengusaha keramba maupun ternak berlindung dibalik dalih, Danau Toba adalah milik mereka juga yang bisa mereka kembangkan.

Di tangan bijak warga di sekitar Danau Tobalah, kelestarian danau bergantung. Hal itu berarti tugas besar masyarakat suku Batak. Dan di akhir Pesta Rakyat Danau Toba lalu, dilakukan pula penobatan Raja Batak Toba, yang diharapkan bisa mengingatkan kembali rakyat Batak, agar menjaga alam dan budaya yang dianugrahkan Maha Pencipta bagi mereka.

Suku Batak terbagi menjadi lima, berdasarkan lokasi tempat tinggalnya. Dalam upacara penobatan Raja Batak Toba, keempat Raja Batak yang lainnya juga turut diundang. Kerajaan Batak, mencapai masa keemasannya di masa pemerintahan Raja Sisingamangaraja. Seorang Raja Batak, dipilih tidak berdasarkan kekayaan atau hanya karena keturunan saja, tapi juga berdasarkan kesaktian.

Dengan kesaktian dan pimpinan yang kuasa, seorang Raja Batak membina seluruh kerajaan dan tanah kekuasaannya. Penobatan seorang raja, dipimpin oleh pimpinan agama di sekitar Danau Toba, yang dipilih berdasarkan petunjuk Tuhan. Tandanya, ia haruslah seorang yang bisa berkomunikasi langsung dengan Yang Kuasa.

Raja yang dinobatkan akan diberi sejumlah senjata, sebagai lambang kekuasaan dan tanggung jawab menjaga rakyat dan wilayahnya. Diantaranya, tongkat, keris, yang konon, berasal dari Gunung Pusuk Buhit, di kawasan Danau Toba. Kebijaksanaan dari seorang Raja Batak untuk memimpin rakyatnya, melestarikan tanahnya, dan menjaga kejayaan leluhur, itulah yang diharap mereka yang mendiami daerah di sekitar Danau Toba dari pemimpinnya. Harapan tersebut juga datang dari warga seluruh pelosok negeri dan manca negara, yang menginginkan keindahan danau tetap lestari.(Idh)

Last Updated: 8/11/2003 10:55:43 AM